POSCOMEDIA.ID-Ratusan santri dari berbagai wilayah di Kota Malang demo di depan Balai Kota Malang, Rabu (15/10) hari ini. Dalam aksi damai itu juga tampak beberapa tokoh yang ikut hadir. Di antaranya mantan Wali Kota Malang Drs H Sutiaji dan Wali Kota Malang Wahyu Hidayat.
Massa aksi membawa beragam spanduk bermuatan kecaman terhadap Trans7 yang kontennya dinilai telah melecehkan dan menghina kiai dan santri. Di antaranya seruan #BoikotTrans7 hingga Cabut Izin Trans7.
“Yang kami suarakan adalah nurani dari etika kebangsaan Indonesia. Jujur saya pun ketika ketemu kiai, tidak afdol jika tidak mencium tangan kiai. Tuntutan kami adalah tutup (Trans7). Baru kali ini kami suarakan demikian karena ini sudah menghina marwah santri,” ujar Sutiaji yang juga seorang santri, ketika orasi.
Selama aksi, para santri tidak henti meneriakkan seruan boikot terhadap media milik Chairul Tanjung tersebut. Beberapa perwakilan santri juga turut berorasi. Termasuk para alumni Ponpes Lirboyo juga hadir dan berorasi dalam aksi itu.
Sekretaris Himpunan Alumni Santri Lirboyo (Himasal) Malang Raya Muhammad Taufikurrahman mengaku sangat terluka pondok pesantrennya dilecehkan dan di-framing buruk sebagai tempat feodal. Padahal Ponpes Lirboyo yang sudah eksis selama 115 tahun, atau jauh dari sejak Indonesia Merdeka, selalu menjaga adab dan moral terhadap kiai.
“Kami menuntut untuk diboikotnya seluruh program di Trans7. Terutama Expose Uncensored yang telah melukai hati kami,” tegas dia.
Selain Himasal Malang Raya, juga terdapat santri-santri dari berbagai wilayah. Mereka tergabung dalam Santri Malang Menggugat. Dalam aksi tersebut, ada lima poin tuntutan yang disampaikan. Yakni pertama, cabut izin Trans7 yang telah menjadi media penyebar fitnah dan corong kebencian serta tidak memiliki etika moral jurnalisme.
Lalu kedua meminta segera menangkap pihak yang terlibat penayangan program Exposed Trans7. Ketiga, pemerintah segera membekukan production house (PH) yang menjadi pihak ketiga atau partner Trans7 yang memiliki program Exposed. Keempat, sesegera mungkin membuat tayangan program untuk mengembalikan citra dan Marwah kiai dan pesantren.
Tuntutan terakhir, pemerintah diminta menjadikan tragedi ini menjadi sebuah refleksi untuk merumuskan agar moral etik jurnalisme bisa dilakukan dengan benar oleh media. (ian/van/pm)