Tanpa SLHS, Mutu Makanan Tak Terjamin Higienis

PENYAJIAN: Pekerja menyiapkan paket makanan untuk program makan bergizi gratis (MBG) di salah satu dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kota Malang.

Kasus MBG SDN Dinoyo 2 Kota MalangPekan Lalu Akibat Terkontaminasi Mikroba  

POSCOMEDIA.ID-Jika tidak mengantongi Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) maka makanan yang dihasilkan atau disediakan untuk dikonsumsi tidak terjamin.Baik secara higenitasnya maupun sanitasi dalam proses produksinya. (baca grafis)

Terutama untuk dikonsumsi massal, SLHS menjadi barang penting standarisasi konsumsi. 

Hal ini ditegaskan Ahli Gizi Rumah Sakit Universitas Islam Malang (RS Unisma) Nur Widyaning R, RD. Kepada Malang Posco Media, ia menyayangkan jika banyak Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Malang Raya  yang belum mengantongi SLHS tersebut.

“SLHS bagi kami yang mempelajari gizi sangat penting. Terutama jika dikaitkan pada program Makanan Bergizi Gratis (MBG) ya. SLHS ini menjadi standar makanan dikatakan bermutu,” kata  Widya sapaannya saat dikonfirmasi Malang Posco Media.

Tidak hanya penting, SLHS merupakan salah satu syarat penyediaan makanan. Dan ini tercantum dalam  Peraturan Kementrian Kesehatan (Permenkes). Yakni Permenkes No 1096 Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga.

Pada Permenkes ini, semua standar mengenai penyediaan massal yang akan dilakukan jasa boga (penyedia makanan) sudah diatur.

Termasuk mengantongi SLHS. Karena dalam SLHS akan diketahui penyedia makanan lolos atau bisa menyediakan jasa boga sesuai standar kesehatan atau tidak.

“Untuk mengantongi SLHS ini yang diperiksa itu detail. Bahkan mulai dari air yang digunakan (misal untuk mencuci bahan makanan) bersih atau tidak. Lalu ada standar bagi penjamah makanannya. Penjamah makanan itu mereka yang melakukan kontak langsung dalam pembuatan makanan,” beber Widya.

Dalam Permenkes tersebut disebutkan bahwa SLHS harus dikantongi penyedia atau penyelenggaraan makanan. Dijelaskannya, penyelenggara makanan ini yang biasanya masyarakat kenal dalam dunia bisnis jasa catering. Atau dalam lingkup lain seperti penyedia makanan di pabrik-pabrik, rumah sakit dan sebagainya.

Jika tidak memilki SLHS, risikonya cukup mengkhawatirkan. Karena makanan yang disediakan belum melewati berbagai standar yang sudah ditentukan dalam standar Kemenkes.

Baca Juga:  Soal Pencopotan Ketua KPU Pusat Hasyim Asy’ari, Komisi II DPR Minta Semua Pihak Hormati Putusan DKPP

“Maka itulah kenapa kok banyak yang bermasalah. Seperti keracunan dan sebagainya. Jika tidak ada SLHS risikonya bisa seperti itu karena kemungkinan tidak sesuai standar (untuk penyediaan makanannya),” tegas Widya.

Sebagai pemerhati gizi, dia menyarankan agar seluruh SPPG mengantongi SLHS. Atau pemerintah daerah bisa pro aktif. Ia meragukan jika pemerintah pusat sudah memiliki petunjuk teknis (juknis) tegas mengenai SLHS ini.

Dikarenakan ditemukan banyak SPPG yang belum mengantongi SLHS tersebut. Hal ini membuktikan bahwa belum ada ketegasan atau juknis tegas agar SPPG wajib mengantongi SLHS.

“Sarannya ya seperti itu, SPPG yang belum mengantongi SLHS ya jangan dulu jadi SPPG apalagi untuk MBG. Jangan dadakan, ada proyek MBG ditunjuk lalu baru mengurus. Saya pikir ini memang harus ada kesiapan matang dan ketegasan mengenai SLHS,” kata Widya.

Untuk diketahui, masalah kepemilikan SLHS ini sedang jadi sorotan. Betapa tidak, di Malang Raya baru satu SPPG yang mengantongi SLHS. Selebihnya belum punya. Bahkan di Kota Malang dan Kota Batu tak ada satu pun SPPG yang sudah punya SLHS.

Sementara itu, Dinas Kesehatan Kota Malang selesai melakukan pemeriksaan laboratorium dari sampel Makanan Bergizi Gratis (MBG) dari SDN Dinoyo 2 yang sebelumnya diduga tidak layak konsumsi. Dari hasil laboratorium, didapatkan bahwa tiga dari empat sampel makanan yang diambil, terbukti mengandung mikroba.

Dari empat sampel yang diambil, yakni ayam suwir, tahu goreng, tumis wortel-jagung-buncis, dan nasi putih, hanya tahu goreng saja yang tidak ada kandungan mikroba. Selebihnya dipastikan ada mikroba. Hal ini diketahui setelah proses penanaman sampel di media tanam dan pemeraman selama 48 jam yang dilakukan di Puskesmas Dinoyo.

“Bersama Dispangtan Kota Malang, setelah diperiksa dengan menggunakan sanitarian kit, itu dari empat sampel yang diambil, yang aman, tidak mengandung mikroba hanya tahu goreng. Jadi yang tiga lainnya dari hasil pemeriksaan, mengandung mikroba,” ungkap Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang, dr Husnul Muarif, Selasa (14/10) kemarin.

Baca Juga:  Tunaikan Umrah, Presiden Cium Hajar Aswad; Ke Arab Saudi, Prabowo-MBS Bahas Peningkatan Pelayanan Haji

Sehingga, lanjut Husnul, berdasarkan pemeriksaan laboratorium pihaknya membuat kesimpulan terkait penyebabnya. Yakni pencucian ompreng makanan yang ditengarai kurang bersih, sehingga membuat makanan yang baru dimasak kemudian terkontaminasi dan membuat sebagian makanan, dalam hal ini ayam suwir, berbau tidak enak.

Pihaknya bersama Dispangtan langsung menyarankan agar pencucian ompreng harus benar-benar bersih dengan cara dicuci serta direndam dengan air panas, agar lemak dan bau terangkat.

“Ini karena hasil penelusuran sebelumnya, ompreng itu sebelumnya sudah dipakai untuk menu ikan dori. Sehingga ada kemungkinan mencuci ompreng tidak bersih,” sebut Husnul.

Selain pencucian yang bersih, pihaknya juga menyarankan agar suhu freezer kulkas dan cold storage benar-benar dijaga sesuai suhu yang sudah ditentukan. Agar tidak merusak makanan dan tidak menyebabkan kontaminasi. Selain itu, pasokan air bersih di SPPG juga disarankan untuk diganti ke PDAM.

“Karena dalam proses masaknya ini, ternyata masih menggunakan air sumur. Sehingga kami menyarankan sebaiknya menggunakan air PDAM untuk semua proses di SPPG. Itu sementara hasilnya,” saran Husnul.

Sementara untuk proses memasak mulai dari pemilihan bahan baku, proses pengolahan, sampai proses penyajian di ompreng, Husnul memastikan prosesnya sudah betul dan tidak ada proses yang memungkinkan adanya kontaminasi mikroba. Setelah kejadian pada Kamis pekan lalu, proses MBG di sekolah tersebut kini sudah berjalan normal kembali

Dengan adanya kejadian ini, pihaknya juga akan melakukan pengawasan, disamping pengawasan yang dilakukan oleh ahli gizi dan pihak sekolah. Semua SPPG sebenarnya sudah menjalani pelatihan penjamah makanan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan. Namun pengawasan akan tetap dilakukan. “Semuanya memang harus memiliki standar operasional prosedur (SOP). Bahan yang baru datang harus bagaimana, nah itu kan harus sesuai ketentuan,” pungkas dia. (ica/ian/van)