Poscomedia – “Siap, salah!” seru sekelompok peserta pesantren kilat, yang tertangkap basah sedang tidur di kamar dan absen ketika presentasi materi pembekalan di geladak utama KRI Semarang-594.
Teriknya sinar mentari pada siang hari, kencangnya hembusan angin laut yang tiada henti, hingga dahsyatnya gelombang laut yang menerjang sesekali, tak membuat para peserta pesantren kilat patah semangat dan berkecil hati, kala menerima berbagai arahan serta instruksi yang menempa mental mereka menjadi kuat bagaikan besi.
Pendidikan ala militer di Indonesia telah terbukti menghasilkan sejumlah pemimpin berbakat dan berjiwa ksatria. Beberapa tokoh nasional yang terkenal dari dunia militer seperti Jenderal Soedirman dan Jenderal Ahmad Yani menjadikan pendidikan militer di Indonesia menjadi salah satu model pendidikan yang bertahan di tengah berbagai macam jenis pendidikan yang ada di Indonesia pada saat ini.
Hal ini pula yang kemudian mengilhami Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan TNI Angkatan Laut (AL) dalam menyelenggarakan Pesantren Kilat Ramadhan untuk siswa-siswi SMA/sederajat bertajuk Ekspedisi Ramadhan Penuh Inspirasi (Ekspresi) 1445 Hijriah yang diselenggarakan selama tiga hari pada 28 hingga 30 Maret 2024.
Sebanyak 500 peserta yang terdiri atas 310 siswa dan 190 siswi dari 102 institusi pendidikan di Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur, terpilih untuk mengikuti kegiatan pesantren kilat ini.
Kegiatan pesantren kilat yang diawali dengan upacara pembukaan ala militer di lapangan Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) Tanjung Priok, Jakarta, ini menjadi tantangan pertama para peserta.
Di bawah terik matahari, para peserta yang juga sedang berpuasa harus berdiri dengan posisi tegak sempurna selama kurang lebih dua jam. Meski terdapat sejumlah peserta yang tumbang dan harus dilarikan ke ruang medis, upacara tetap berjalan. Selepas upacara, para peserta dipersilakan masuk ke dalam kapal, dengan cara berbaris per kelompok, dan meletakkan barangnya sesuai dengan kamar yang telah ditetapkan.
Selama tiga hari, para peserta diharuskan untuk tinggal di kamar berukuran sekitar 4 x 6 meter, menggunakan tempat tidur susun tiga seperti barak TNI, dan ditempati oleh 15-25 peserta yang diacak dari berbagai daerah yang berbeda.
Hal tersebut bertujuan agar para peserta dapat mengenal peserta lain yang berasal dari daerah yang berbeda, sehingga dapat menambah jejaring pertemanan dari berbagai daerah di Indonesia.
Di atas kapal perang yang mulai berdinas sejak Januari 2019 ini, para peserta menjalani kegiatan layaknya di pondok pesantren, seperti ibadah rutin, tadarus Al-Qur’an, sahur dan berbuka puasa Ramadhan, serta pembekalan intensif tentang berbagai materi keagamaan yang diiringi dengan kehidupan sehari-hari ala militer laksana anggota TNI.
Menurut Wakil Ketua Baznas RI Mokhamad Mahdum, kegiatan ini dilakukan guna meletakkan fondasi yang kokoh berupa cinta tanah air, disiplin, akhlak dan ibadah yang baik, serta peduli sesama kepada para peserta sebagai generasi penerus untuk menghadapi Indonesia Emas 2045.
‘’Kegiatan ini merupakan program yang penting untuk meningkatkan pengetahuan, keimanan, dan memberikan pengalaman dalam pemberdayaan zakat melalui kegiatan bakti sosial, serta menanamkan jiwa maritim sejak dini kepada para peserta,’’ kata Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Muhammad Ali, Selasa (2/4).
Nadia Tazkia (17), sebagai salah satu peserta mengaku pengalaman ini adalah pengalaman yang berkesan baginya. Meski kegiatan belajar di pesantren seperti yang dilakukannya di Pondok Modern Darussalam Gontor sudah menjadi kegiatan rutinnya, ia mengaku pendidikan yang didapatkannya melalui acara ini berbeda dari apa yang dialaminya, dan memiliki nilai tambah tersendiri. (ntr/udi)