Pemkot Surabaya Diminta Bijak Soal Pembatasan Tenda Hajatan

ANTARA/Indra Setiawan; Ketua Komisi A DPRD Surabaya Yona Bagus Widyatmoko.

POSCOMEDIA.ID, SURABAYA-Ketua Komisi A DPRD  Surabaya Yona Bagus Widyatmoko mengingatkan Pemkot Surabaya tak  tergesa-gesa membuat aturan pembatasan tenda hajatan yang menutup jalan kampung. Alasannya harus mempertimbangkan kearifan lokal.

“Tidak perlu buru-buru menyikapi keluhan sebagian warga. Kalau betul-betul akan dilarang, Pemkot Surabaya harus memberikan solusi,” ujar Yona di Surabaya, kemarin.

Politisi yang akrab disapa Cak Yebe ini menyebut, sejak dulu masyarakat Surabaya memiliki budaya tepo seliro dan tenggang rasa dalam menggelar hajatan. Menurut dia, fenomena penutupan jalan lingkungan untuk acara nikahan, khitan, syukuran keluarga, hingga kedukaan sudah berjalan dengan mekanisme sosial yang kuat di tingkat RT/RW.

“Mulai nikahan, khitan, kumpul keluarga besar atau kedukaan, selama ini warga mendirikan tenda itu lazimnya sudah izin RT/RW dan tetangga kanan kiri. Warga memaklumi,” ucap dia.

Cak Yebe menilai, tidak semua hajatan harus melalui izin berlapis sampai tingkat kepolisian. Dia menyebut perlu ada klasifikasi jenis tenda yang berpotensi mengganggu keamanan dan kenyamanan pengguna jalan.

“Klasifikasikan dulu hajatan yang dianggap berpotensi mengganggu kenyamanan pengguna jalan dan masyarakat, jangan digeneralisir,” kata Cak Yebe.

Menurut dia, tenda yang dipasang satu hingga tiga unit dengan ukuran kecil sebenarnya tidak berdampak signifikan. Namun, jika panjang tenda sudah melebihi 18 meter, barulah diperlukan mekanisme izin lebih lanjut.

“Kalau tiga tenda ukuran sampai 12 meter dimaknai panjang per tenda 4 meter, itu tidak berpengaruh sama sekali. Yang berpotensi masalah itu yang lebih dari 18 meter panjangnya,” katanya.

Cak Yebe menambahkan, lazimnya tenda hajatan hanya terpasang singkat dan dibongkar cepat. Untuk tenda duka pun, meski sedikit lebih lama, masyarakat tetap memaklumi sepanjang masih dalam batas kewajaran dan ada akses jalan alternatif.

Baca Juga:  TPS Pilkada 2024 Maksimal 600 Orang

“Biasanya pemasangan tenda paling lama mulai H-2 dan dibongkar H+1. Kalau tenda duka biasanya lebih lama bisa H+7 tapi warga memahami,” katanya.

Dia menilai, aturan yang tepat adalah tetap mengedepankan izin berjenjang sesuai skala acara. Untuk hajatan kampung berskala kecil cukup melalui persetujuan RT/RW dan Ketua RW yang konfirmasi ke lurah. Sementara acara besar yang mengundang massa lebih luas bisa dilengkapi izin kepolisian untuk ijin keramaian. “Tenda hajatan yang hanya menutup jalan sehari, sebaiknya semua memaklumi. Budaya saling menghargai antartetangga di Surabaya itu tinggi,” tutur Cak Yebe. (ntr/van)