POSCOMEDIA – Dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria menggugat Undang-Undang Pilkada dengan meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memperbolehkan kampanye di lingkungan kampus.
Para pemohon mengajukan permohonan uji materi Pasal 69 huruf i Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015. Pasal tersebut berisi larangan menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan dalam kampanye pemilihan kepala daerah.
“Sepanjang frasa ‘tempat pendidikan’ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Sandy membacakan petitum pada sidang pemeriksaan pendahuluan di Ruang Sidang Pleno MK RI, Jakarta, Jumat (12/7).
Para pemohon meminta agar frasa tempat pendidikan dalam larangan kampanye Pilkada diganti menjadi mengecualikan perguruan tinggi atau penyebutan serupa sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu. Para pemohon menilai, perguruan tinggi merupakan ruang akademis untuk menguji gagasan yang ditawarkan kandidat pilkada dalam kampanye politiknya.
Menurut mereka, hadirnya ruang akademis dalam proses kampanye bisa melahirkan formulasi kampanye yang tidak minim gagasan lewat eksaminasi ide, kebenaran, objektivitas, dan moralitas yang sejalan dengan kepentingan publik.
“Hal ini bukan untuk mempolitisasi perguruan tinggi. Namun, justru untuk memberdayakan perguruan tinggi sebagai institusi demokrasi yang netral dalam ilmu pengetahuan yang dibutuhkan untuk menguji dan melahirkan calon pemimpin yang benar-benar dibutuhkan,” tutur Stefanie.
Di sisi lain, para pemohon mendalilkan bahwa pengaturan izin menyelenggarakan kampanye di tempat pendidikan yang sudah diatur dalam UU Pemilu seharusnya juga diberlakukan dalam UU Pilkada. Dalam hal ini, Sandy dan Stefanie menyinggung Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023. Putusan tersebut pada intinya memperbolehkan kampanye Pemilu dilakukan di fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapatkan izin.