POSCO MEDIA, JAKARTA- Perjuangan ahli waris eks Pangkostrad Letjen (Purn) Kemal Idris untuk mendapatkan haknya berbuah manis. Firrouz Muzzaffar Idris dan Anggreswari Ratna Kemalawati, keduanya ahli waris tersebut, menang dalam gugatan kasasi di Mahkamah Agung (MA) terkait rumah warisan keluarga Kemal Idris, yang diperjualbelikan secara ilegal.
Hasil putusan MA, Kasasi PT Capital Investasi Artha (CIA) ditolak. Ini disebutkan advokat Dr. Yayan Riyanto, SH, MH, kuasa hukum Firrouz dan Anggreswari. Pihaknya mengaku senang dengan putusan kasasi ini. Menurut dia, keadilan telah ditegakkan oleh semua tingkatan lembaga peradilan, termasuk MA.
“Para penggugat sangat senang dengan putusan kasasi PT CIA ditolak, karena keadilan sudah ditegakkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, terakhir Mahkamah Agung RI. Meski melalui perjuangan yang panjang dan lama,” lanjut Yayan. Perkara permohonan kasasi yang diajukan PT CIA ini diputus majelis kasasi pada Senin, 16 Desember 2024.

Perkara dengan Nomor 5135 K/PDT/2024 itu, diputus oleh majelis kasasi yang diketuai Syamsul Ma’arif dan anggota Lucas Prakoso dan Agus Subroto. Setelah putusan kasasi MA, kata Yayan, pihaknya bakal mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk meminta kembali SHM milik kliennya.
“Dan apabila tidak diserahkan, sesuai amar putusan para penggugat bisa memohon dibuat SHM pengganti ke kantor pertanahan/ATR BPN Jakarta Selatan,” sambung kuasa hukum ahli waris lainnya, Veridiano LF Bili, SH, MH. “Sehingga kerugian dari para ahli waris senilai Rp 60 miliar bisa dipulihkan, dengan dikembalikan SHM dan dibatalkan PPJB, akta kuasa jual, dan akta pengosongan,” paparnya.
Diketahui, persoalan ini bermula ketika dua anak almarhum Letjen (Purn) Kemal Idris, yakni Firrouz Muzzaffar Idris dan Anggreswari Ratna Kemalawati hendak menjual rumah tersebut pada 2017. Dimediatori pegawai agen property Firly Amalia, rumah itu rencananya akan dibeli oleh Rio Febrian.
Pada 18 Oktober 2017, Sertifikat Hak Milik No. 192 milik Firrouz dan Anggreswari, serta dokumen lainnya diserahkan ke kantor Notaris RA. Mahyasari A. Notonagoro, di Jalan Radio IV No.1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Di tempat itu, KTP Anggreswari dipinjam, lalu dibawa ke ruangan. Setelah itu dikembalikan.
Sertifikat rumah yang dibawa ke ruangan lalu ditahan, dengan alasan untuk dicek statusnya ke kantor BPN Jakarta Selatan. Anggreswari yang datang bersama sepupunya, hanya diberikan tanda terima, yang ditandatangani Jamilah, pegawai Notaris RA Mahyasari. Lalu, 3 November, Anggreswari bertemu Rio di Victoria Cafe Pondok Indah II Jakarta untuk menandatangani perjanjian kesepakatan jual beli.
Harga yang disepakati sebesar Rp 38 miliar. Penandatangan dilakukan di bawah tangan, tanpa adanya akte notaris. Alasannya, sertifikat masih belum atas nama ahli waris, dan masih atas nama orang tua ahli waris, yaitu almarhumah Herwi Nur Bandiani, istri Kemal Idris. Sekitar 9 November 2017, Anggreswari dan Firrouz bertemu kembali dengan Rio di Plaza Indonesia.
Di sana, Rio mentransfer uang sebesar Rp 500 juta sebagai tanda keseriusannya sebagai pembeli. Tapi setelah pertemuan itu, tidak ada kabar lanjutan soal jual-beli itu dari Rio. Lalu 27 Desember 2017, tiba-tiba ada orang yang datang dan hendak masuk ke rumah Letjen (Purn) Kemal Idris. Dia mengaku telah membeli rumah tersebut.
Padahal para ahli waris belum menandatangani akte jual-beli atau surat apa pun di notaris, dan hanya menitipkan SHM kepada notaris Mahyasari. Di hari itu juga, para ahli waris datang ke kantor Notaris Mahyasari untuk menanyakan hal tersebut. Namun, tutup karena libur akhir tahun.
Anggreswari kemudian kembali mendatangi kantor Notaris Mahyasari 4 Januari 2018 untuk mengambil sertifikat yang dititipkan sekaligus membatalkan rencana PPJB dengan Rio. Tapi, Mahyasari menolak. Kata dia, telah dibuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan PT CIA dengan PPJB No. 6 tanggal 6 November 2017.
Disebutkan, PT CIA membeli rumah itu dengan harga Rp 12 miliar. PT CIA kemudian mengirimkan somasi kepada Anggreswari pada 7 Februari 2018, dan memerintahkannya untuk mengosongkan rumah. Tapi, Anggreswari menolak, lantaran merasa tidak pernah meneken kesepakatan dengan perusahaan tersebut.
Di lain sisi, PT CIA melaporkan Rio Febrian dan atasannya, Erwin Sugiharto ke polisi atas tuduhan penipuan. PN Jakarta Selatan kemudian menjatuhkan vonis 4 tahun dan denda Rp 5 miliar dengan subsider dua bulan kurungan pada 2019. Yayan dan Verridiano, kuasa hukum ahli waris lalu mengajukan gugatan perdata ke PN Jakarta Selatan pada 25 Juli 2022.
Yang digugat adalah Mahyasari (tergugat I), Rio Febrian (tergugat II), PT CIA (tergugat III), Firly Amalia (turut tergugat I), dan Kepala Kantor ATR/BPN Jaksel (turut tergugat II). Majelis Hakim PN Jaksel mengabulkan gugatan ahli waris Kemal Idris. Namun, PT CIA Dan notaris RA Mahyasari mengajukan banding.
Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta kemudian menguatkan putusan PN Jaksel. PT DKI Jakarta memutuskan perkara No .1127/2023/ PT.DKI pada Rabu 3 Januari 2024 dengan putusan menerima permohonan banding dari pembanding I semula tergugat I dan pembanding II semula tergugat III.
“Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 686 /Pdt.G/2022/ Jkt .Sel., tanggal 24 Juli 2023 yang di mohonkan banding tersebut,” demikian bunyi salinan putusan PT DKI. Walau demikian, PT CIA mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pihak kuasa hukum ahli waris Kemal Idris pun meladeninya.
Mereka sudah menyerahkan kontra memori kasasi ke MA tertanggal 20 Maret 2024 dan diterima pada 24 Maret 2024. “Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, yang kemudian permohonan kasasi PT CIA ditolak oleh MA adalah sudah benar dan tepat,” tutup mantan Ketua DPC Peradi RBA Malang ini. (mar)