Ikuti Anjuran Dokter, Jangan Ukur Kebahagiaan dari Standar Orang Lain

Ilustrasi berlibur dan merasa bahagia. (ANTARA/Pexels/Belle Co)

Poscomedia – Hentikan kebiasaan mengukur kebahagiaan berdasarkan standar orang lain. Terlebih faktor penghambat kebahagiaan kerap berasal dari munculnya tekanan dalam diri seseorang. Yaitu  untuk bisa mencapai sesuatu yang itu ia dapatkan dari standar ukur kebahagiaan orang lain.

Demikian ditegaskan  dokter spesialis jiwa dari RSUD Tarakan Jakarta, dr Zulvia Oktanida Syarif, SpKJ dan dokter spesialis jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Duren Sawit Jakarta, dr Yenny Sinambela, SpKJ (K) di Jakarta, hari Senin ini.

Saat  memberikan materi edukasi tersebut yang bertajuk “Bahagia Tanpa Syarat”, dokter spesialis kesehatan jiwa tersebut sepakat bahwa  ukuran kebahagiaan orang lain tentu berbeda. Karena pada diri manusia memiliki keunikannya sendiri-sendiri yang bisa dipandang sebagai kelebihan maupun kekurangan.

“Permasalahan muncul ketika kita menghadapi hal-hal yang di luar ekspektasi tertentu. Untuk merasa bahagia, seseorang mesti belajar untuk menerima kalau dirinya unik sehingga bisa melihat sisi positifnya, tidak terpaku pada sisi negatifnya saja,” kata dr Yenny.

Di era internet seperti sekarang, sangat mudah untuk memberikan ekspektasi-ekspektasi tertentu sebagai standar kebahagiaan, sehingga banyak sekali penghambat-penghambat yang membuat seseorang merasa tidak bahagia.

Misalnya, flexing atau aktivitas pamer barang mewah atau hidup mewah lewat media sosial. Hal itu berdampak pada ukuran kebahagiaan menjadi berdasarkan materi. Padahal tidak selalu seperti itu.

“Misalnya usia segini mestinya sudah menikah, usia sekian mestinya sudah bekerja. Kemudian kalau sudah menikah, mestinya sudah hamil, begitu. Jadi banyak sekali standar-standar sosial yang menjadi pressure atau tekanan, itu akan menghambat orang menjadi bahagia,” kata dr Zulvia yang akrab disapa dr Vivi.

Penyelenggaraan Jakarta Berjaga oleh Dinkes DKI Jakarta menjadi salah satu sarana penyadaran masyarakat untuk peduli dengan kebahagiaannya sendiri. Hal itu agar permasalahan kesehatan mental di Jakarta berkurang.

Baca Juga:  Realme C85 Segera Hadir di Indonesia, Bisa Dikontrol  Jarak Jauh

Terlebih Jakarta masuk ke dalam daftar 10 kota dengan tingkat stres tertinggi di dunia, berdasarkan laporan The Least and Most Stressful Cities Index tahun 2021. (ntr/nug)