Pakar Industri Sebut Ekonomi Kreatif ASEAN Perlu Kebijakan Inklusif

Pengunjung memilih produk fesyen saat mengunjungi Pasar Kreatif di D'Botanica Mall, Bandung, Jawa Barat, Senin (11/8/2025). Pemerintah Kota Bandung menggelar Pasar Kreatif dengan melibatkan 331 pelaku usaha lokal yang digelar di delapan pusat perbelanjaan secara bergiliran dari Agustus hingga Oktober 2025 yang ditujukan untuk memperkuat ekonomi kreatif serta memasarkan produk lokal ke pasar yang lebih luas. (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/rwa)

POSCOMEDIA.ID, Jakarta – Utusan Wali Kota London untuk Industri Kreatif John Newbigin menilai ekonomi kreatif di kawasan ASEAN memerlukan kebijakan yang inklusif, salah satu dari empat kerangka kerja dalam diskusi British Council dan Kementerian Luar Negeri Inggris di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Mei 2025.

“Ini menjelaskan bagaimana ekonomi kreatif bukan sekadar serangkaian industri, meskipun industri kreatif merupakan inti darinya, tetapi, merupakan cara berpikir yang benar-benar baru tentang interaksi dan hubungan timbal balik antara ekonomi, budaya, komunitas, masyarakat, dan lingkungan. Dan itulah yang sebenarnya disatukan oleh kerangka kerja ini,” kata Newbigin dalam pemaparannya di acara Peluncuran Jajak Pendapat Persepsi Regional ASEAN Pertama mengenai Ekonomi Kreatif di Jakarta, Rabu.

Berdasarkan kerangka kerja tersebut, pertama, pembuat kebijakan perlu memperhatikan keseimbangan antara sosial, budaya, lingkungan, dan ekonomi dari kebijakan berkelanjutan pada bidang apapun.

Kedua, kebijakan untuk memajukan ekonomi kreatif perlu inklusif, tidak hanya harus mencakup semua negara anggota ASEAN, tapi, juga semua komunitas yang membentuk bangsa di kawasan itu khususnya komunitas terpinggirkan dan komunitas adat serta keterlibatan setiap kementerian.

“Ini adalah sesuatu untuk semua orang. Sebagian karena ekonomi kreatif tidak memiliki hambatan untuk masuk. Ekonomi ini padat karya, bukan padat modal, sehingga relatif mudah bagi orang untuk memulai bisnis, yang menjadikannya sangat penting bagi pertumbuhan kaum muda di kawasan ini,” kata Newbigin.

Ketiga, seperti dikatakan Newbigin, kebijakan ekonomi kreatif harus bersifat praktis, membantu mewujudkan perubahan dan kolaboratif.

Terakhir, kebijakan juga harus kolaboratif, setiap 10 negara anggota ASEAN harus memiliki peran yang unik dan krusial dalam pembangunan ekonomi kreatif meskipun masing-masing memiliki keragaman.

Keempat kerangka kerja tersebut diharapkan dapat mempertimbangkan dampak sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan secara bersamaan, bukan hanya tentang pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga:  Kejagung Ungkap Kronologi Aliran Dana di Kasus Suap Ronald Tannur

“Pertumbuhan ekonomi harus berdampak budaya karena kawasan ini memiliki warisan budaya yang begitu kaya, dan kita semua tahu bahwa proses urbanisasi dan pertumbuhan media sosial membahayakan banyak aspek budaya tradisional, nyata, dan tak nyata. Dan menemukan cara untuk menjaga hal-hal ini tetap hidup dan relevan di abad ke-21 adalah penting,” kata Newbigin. (ntr/mpm)